Rabu, 22 Januari 2014

Membangun dan Menguatkan Nilai



Tulisan ini merupakan pemahaman penulis setelah membaca buku cracking values dari Rhenald Kasali. Dalam buku tersebut pengarang mengingatkan para pembacanya, dalam era "material abundance" ini maka kita perlu menjadi pribadi yang mempunyai mentalitas pengemudi bukan pribadi yang mempunyai mentalitas penumpang. Pribadi dengan mentalitas pengemudi adalah peribadi yang selalu tanggap, waspada, dan selalu belajar keadaan di sekelilingnya baik di depan, belakang, kanan dan kiri sebagaimana seorang pengemudi yang selalu harus waspada dan juga mempunya daya respon yang tepat.

Values atau tata nilai adalah kumpulan nilai yang diturunkan dari sesuatu yang dipercayai (ending belief) dan memberikan kekuatan bila dijalankan. Tata nilai dapat difokuskan pada suatu hasil akhir di masa depan (future end) dan/ atau tata cara (proses, mean) untuk mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu. Dalam buku Servant Leadership, Robert Greenleaf menyebutkan 10 pilar untuk menjadi seorang pemimpin yang bisa melayani diantaranya adalah kemampuan mendengar, berempati, dan menangkap kemauan akar rumput. Hal ini tentunya sangat relevan dengan anatomi yang dimiliki manusia, manusia memiliki satu mulut, dua telinga dua mata pada hakekatnya manusia diminta lebih banyak mendengar dan melihat di sekelilingnya dari pada lebih banyak bicara. Sehingga dengan lebih banyak melihat dan mendengar dia akan lebih bijak dalam bertindak.

Dengan banyak melihat dan mendengar sebenarnya banyak sekali tata nilai yang bagus dan sangat tepat diterapkan di lingkungan kita. Misalnya tata nilai tepat waktu, bukankah nilai ini sangat bagus dan setiap agama maupun pendahulu kita mengajarkan hal tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya nilai tersebut hanya jadi slogan semata jarang sekali ditepati. Jam karet telah menjadi budaya di lingkungan kita. Kadang ironi yang terjadi adalah orang malu untuk daang tepat waktu karena akan berbeda dengan yang lainnya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah,  Kenapa kadang values tidak bisa diterapkan? Beberapa hal yang pengarang buku inventarisir sebagai penyebab values tidak diterapkan adalah:
1.     Nilai-nilai itu tidak mencerminkan apa yang dipercayai para pemimpin atau para pendahulu untuk mencapai keberhasilan
2.     Nilai-nilai hanya dirangkai agar mudah diingat dalam bentuk sebuah singkatan
3.     Nilai-nilai terlalu dipaksakan (top down)
4.     Nilai-nilai ini sekadar dijadikan hiasan
5.     Nilai-nilai tersebut tidak dijadikan budaya

Sebagai contoh kenapa nilai tepat waktu tadi tidak atau belum menjadi kebiasaan di lingkungan kita karena nilai yang indah tersebut tidak dijadikan budaya. Lalu bagaimana agar nilai yang ada disekitar kita bisa diterapkan dan menjadi nafas dalam kehidupan kita, pengarang buku memberikan solusi yaitu adanya cracking values. Apa yang dimaksud dengan cracking values?

Cracking values adalah penguatan dan peremajaan nilai-nilai institusi dan korporasi yang menjadi tuntutan publik dan sekaligus penentu bagi masa depan sebuah bangsa.Misal adalah 6 C pertaminan yaitu Clean, Confident, Costumer focus, Commercial, Competitive, Capable. Dengan mengusung 6C tersebut diharapkan pertamina dapat lebih kuat sebagai korporasi dan juga lebih bisa memberikan kepuasan bagi para customernya.

Arie de geus mengenalkan konsep living company -----melihat perusahaan layaknya sebagai makhluk hidup : ada 4 values yang bisa mengakibatkan perusahaan bertahan hidup:
1.      Sensitive terhadap lingkungan
2.      Kohesif dan identitas
3.      Toleransi dan desentralisasi
4.      Konservatif dalam soal keuangan
Survey dari Edwards Deming center for quality management (whitney 1995) menunjukkan banyak perusahaan yang menyia-nyiakan 50% waktu produktifnya karena kurangnya kepercayaan. Padahal kepercayaan adalah sebuah fundamental intangible yang bisa didorong melalui corporate values. Sehingga tentunya nilai kepercayaan ini harus dibudayakan dalam corporasi.

Dari survey booz allen, Hamilton dan Aspen Institute pada tahun 2005 terhadap 9500 pejabat senior di 365 perusahaan yang berlokasi di 30 negara dalam 5 kawasan bahwa sebagian besar CEO menyetujui bahwa yang paling penting adalah perilaku etik atau integritas. Beberapa temuan penting dari survey tersebut:
1.      Integitas/ perlaku etis = 90%
2.      Commitmen to costumer 88%
3.      Commitment to employees 78%
4.      Teamwork and trust 76%
5.      Commitment to stakeholders 69%
6.      Honesty/openness 69%
7.      Accountability = 68%
8.      Social resp / corp citizenship = 65%
9.      Innovative/ entrepreneurship 60%
10.  Drive to success = 50%
11.  Environment responsibility = 46%
12.  Initiative = 44%
13.  Commitment to diversity = 41%
14.  Adaptability = 31%
Dari survei menunjukkan nilai-nilai yang baik dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberlangsungan kehidupan corporasi

Cracking values itu tidak terjadi secara ‘ujug-ujug’. Akan tetapi perlu proses. Sebagai contoh cracking values di pertamina
1.      Munculnya UU 22 2001 tentang migas mengubah dari comfort zone pertamina sebagai BUMN yang monopolistis….ke dunia nyata
2.      The Burning platform ---ciptakan kondisi supaya tidak ada pilihan. Bakar kapalnya….
3.      Breakthrough project --- terobosan hal-hal mudah tapi berdampak besar, gampang diukur dan dapat dilihat hasilnya (membuat 22 proyek) untuk 100 hari---btp 1
4.      Btp 2 waktunya 9 bulan

Contoh cracking values di intel jaman grove (2003) yang semula bersikukuh menggunakan pendekatan Schmidt mengatakan fakta –apa yang ada dipikiran--- dan mengatakan apa yg akan dilakukan berubah-------memuaskan konsumen untuk mengurangi kepanikan----“intel akan mengganti chip bila konsumen menginginkan….

Contoh cracking values di general electric----jack Welch---better than the best----speed, simplicity dan self confidence---immelt ceo pengganti Welch—menggunakan six sigma

Sebenarnya apa yang membuat sebuah perusahaan mampu bertahan hingga puluhan bahkan ratusan tahun? Bagaimana sebuah perusahaan mampu berkembang sedemikian besar dan menghadapi perubahan di sekitarnya?

Rahasianya terletak pada corporate values. Perusahaan-perusahaan yang tumbuh besar dan mampu bertahan lama ternyata didukung oleh kuatnya penanaman tata nilai atau values.
Sehingga bila tata nilai sudah mulai luntur maka perlu cracking values. Tata nilai melekat, diimplementasikan, dan dijunjung tinggi oleh seluruh karyawan, manajemen, hingga para stakeholders dan mitra kerja. Kehadiran tata nilai yang diimplementasikan dengan baik dan terus diperbarui terbukti mampu membentengi perusahaan ketika menghadapi berbagai krisis yang datang dari luar maupun dari dalam.
Analisis mendalam terhadap Pertamina menjelaskan bagaimana powerhouse Indonesia ini berjuang keluar dari masa lalunya yang kelam melalui penanaman tata nilai 6C: Clean, Competitive, Confident, Customer focus, Capable, dan Commercial. Citra buruk korupsi, kolusi, dan nepotisme perlahan dikikis dengan tata nilai yang dimulai ketika Pertamina bertransformasi di tahun 2006. Dengan landasan tata nilai itu pula, Pertamina merintis jalan menjadi sebuah energy holding company kelas dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar